Tuesday, August 17, 2010

Rapat Pengurus Lingkungan Santa Anna 17 Agustus 2010

rapat dengan khidmat..........







Ketua Lingkungan Baru : Marcelinus Arkian

Monday, August 16, 2010

RENUNGAN SELASA 17 AGUSTUS 2010

Sir 10:1-8
1 Ptr 2 :13-17

Matius 22:15-21

SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA

"Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain, akibat kelaliman, kekerasan dan uang" (Sirakh 10:8)

Doa : "Bapa, jadikanlah aku warga negara sejati dan umat Kristiani tulen"

Sunday, August 15, 2010

Renungan Senin, 16 Agustus 2010

Yeh 24:15-24

Ul 32:18-21
Mat 19:16-22

Tema : Menangislah

"Hai anak manusia, lihat, Aku hendak mengambil daripadamu dia yang sangat kaucintai seperti yang kena tulah, tetapi janganlah meratap ataupun menangis dan janganlah mengeluarkan air mata" (Yehezkiel 24:16)

Doa : Yesus, engkau berkata kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin (Mat 24:12)

Selamat Bekerja Pengurus Baru

SUSUNAN PENGURUS LINGKUNGAN SANTA ANNA – BALARAJA
PERIODE 2010 – 2013


Ketua Lingkungan : Marcelinus Arkian
Wakil Ketua Lingkungan : YB. Yohanes Didik
Sekretaris : Petrus Kanisius Warsito
Bendahara : Gomidas Hale Oni
Komunikasi dan
Harta Lingkungan : Cyrilus Simuhuri (Koordinator)
- Yustinus Surono
- Christina Subandiyah
- Ignatius Martinus Kristianto
- Markus Paryono
- L. Situmorang
Kerasulan Keluarga : YB. Yohanes Didik (Koordinator)
- Stevanus Ruswidijoko
- Gomidas Hale Oni
Sosial Ekonomi : Stefani Sri Sulastri (Koordinator)
- Maria Monica Serida Sandra N.
- Maria Yeni Rita M.
- Paulinus Wibowo
- Lucia Suci M.
Liturgi : Petrus K. Warsito (Koordinator)
- Maria Gorreti Beti Yuli W.
- Yuliana Sri Sunarti
- Rusmiyati
- Anastasia Suminah
- Rusmega Sinaga
- Marcelinus A.
Pewartaan & Kitab Suci : Yusuf Sulistiyo (Koordinator)
- Veronika Rebinem
- Marcelinus A.
Bina Iman Anak & Remaja : Christina Sri Datin (Koordinator)
- Maria Christina Rawit Murdiana
- Maria Goreti Sutarti
- Fransisca Sutilah
- Christina Ruwi Astuti
- Yovita Susi Pramudani
- Rosalina Kasanah
Santo Yusuf : Tarsicius Triyana (Koordinator)
- Aloysius Budianto
- Yanuarius Dwi Ruswidiyanto
- Pius Sain Widodo
- Fx. Herry Prihono
- Fx. Subekti


MARI KITA BANGKIT DAN BERGANDENG TANGAN
DALAM MELAYANI TUHAN DENGAN SEPENUH HATI

Sunday, August 1, 2010

Pertandingan Futsal Di Don Bosco

Thursday, July 29, 2010

Ekaristi dengan Khidmat

Merayakan Ekaristi dengan Khidmat
Oleh: F.X. Didik Bagiyowinadi,Pr
sumber : http://imankatolik.or.id/forum/viewtopic.php?f=10&t=49

Perayaan yang Luhur
Perayaan
Ekaristi adalah perayaan luhur yang diwariskan Kristus kepada kita.
Sejak Gereja Perdana, umat Kristen senantiasa bertekun “memecahkan
roti” (Kis 2:42.46) untuk mengenang sengsara, wafat, dan kebangkitan
Kristus. Sekaligus dalam Ekaristi ini kita menantikan kedatangan-Nya
yang mulia pada akhir zaman (bdk. 1 Kor 11:26). Dalam perayaan Ekaristi
kita menyanyikan anamnesis setelah konsekrasi untuk mengenang
sengsara-wafat dan kebangkitan Kristus serta menantikan kedatangan-Nya
kedua kali.
Perayaan Ekaristi juga merupakan perayaan luhur dan
penting karena melalui Ekaristi kita menerima “paket lengkap” kehadiran
Tuhan (SC 7), yakni melalui:
[•] Umat yang berhimpun dalam nama-Nya,
[•] Imam, pemimpin perayaan Ekaristi, yang bertindak dalam nama Yesus,
[•] Kitab Suci yang diwartakan,
[•] Tubuh (dan Darah) Kristus yang kita sambut dalam komuni.
Perayaan Bersama Yang Sakral
Dalam
Ekaristi Kudus, kita disatukan oleh Tuhan sendiri di sekitar altar
untuk diteguhkan oleh Firman-Nya dan makan-minum dari Tubuh dan Darah
yang satu dan sama. Kebersamaan ini secara nyata tampak dalam Komuni
kudus, dimana kita tidak hanya bersatu dengan Tuhan, tetapi juga
disatukan dengan yang lainnya. Maka peristiwa dalam perayaan Ekaristi
adalah sesuatu yang sakral.

Dalam Konstitusi Liturgi dari
Konsili Vatikan II dinyatakan, “ Umat beriman janganlah menghadiri
misteri iman sebagai orang luar atau penonton yang bisu, elainkan
sedemikian rupa sehingga melalui upacara dan doa-doa mereka memahami
misteri itu dengan baik, dan ikut serta dengan penuh khidmat dan secara
aktif. Hendaknya mereka dengan rela hati menerima pelajaran dari Sabda
Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan dan bersyukur kepada Allah”
(SC 48). Jadi, perayaan bersama yang sakral ini di satu pihak menuntut
keterlibatan aktif kita dalam menjawab doa, menyanyi, maupun bersikap
liturgi yang sama, tetapi di lain pihak juga menuntut kita untuk
terlibat menciptakan suasana khidmat agar kita masing-masing bisa
mengalami sentuhan Tuhan dalam perayaan ini. Konsekuensinya kita juga
harus bertoleransi dan membantu orang lain sedapat mungkin mengalami
sentuhan Tuhan dalam Ekaristi.

Waktu Hening dalam Misa Kudus
Kita tahu bahwa Misa Kudus adalah perayaan kita bersama, perayaan
seluruh umat sehingga kita semua yang hadir diminta untuk
berpartisipasi aktif dalam liturgi dengan berdiri, berlutut, berdoa,
menjawab, menyanyi, dan mendengarkan bersama (bdk. SC 48). Maka tidak
cukup bila dalam Misa Kudus kita hanya duduk-berdiri dan diam atau
sibuk berdoa rosario sendiri, atau malahan ngobrol terus tiada henti.
Tetapi yang menjadi persoalan, kapankah kita mempunyai waktu hening,
untuk berdoa secara pribadi kepada Tuhan dalam Misa Kudus, bukankah
Tuhan Yesus berkenan menjadi sahabat kita (Yoh 15:14), yang berarti
siap mendengarkan keluh-kesah dan uneg-uneg kita? Kapan kesempatan kita
bisa berdoa secara pribadi untuk menyampaikan ujud pribadi kita?

Perlunya Ujud Pribadi
Ada kalanya orang pergi ke Misa Kudus sekedar memenuhi kewajiban
sehingga merasa ogah-ogahan atau menjalaninya secara formalitas.
Situasi demikian bisa disiasati dengan membawa intensi pribadi dalam
Misa kudus, yakni ujud khusus yang kita doakan dalam Misa Kudus. Ujud
pribadi yang akan kita doakan dalam hati ini tidak hanya berkutat untuk
kepentingan diri, tetapi mesti menjangkau juga pada kesejahteraan orang
lain, entah anggota keluarga, teman-pergaulan, maupun kenalan kita. Doa
kita sangatlah berguna bagi damai sejahtera orang lain. Itulah yang
dilakukan Maria dalam pesta perkawinan di Kana (Yoh 2:1-12), keempat
orang yang menggotong temannya yang lumpuh (Mrk 2:5, melihat iman
mereka), seorang ibu Kanaan bagi kesembuhan putrinya (Mat 15:21-28),
kedua bapak yang memohonkan kesembuhan bagi anaknya (Mat 9:18-25; Mat
17:14-21), dan juga dilakukan oleh perwira Romawi di kota Kapernaum
bagi kesembuhan hambanya (Mat 8:5-13). Dan permohonan dan intense
demikian sangatlah berguna bagi mereka.

Kapan Mendoakannya?
Kesempatan
pertama, tentu pada saat sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi dimulai.
Hal demikian memang tak bisa dilakukan oleh mereka yang biasa datang
terlambat ataupun pulang mendahului berkat penutup. Selain doa pribadi,
waktu hening sebelum misa juga bisa dimanfaatkan dengan persiapan batin
dengan membaca bacaan yang akan diwartakan.

Kedua, pada saat
hening di antara “Marilah Berdoa” dan doa pembuka yang diucapkan oleh
romo. Pada saat hening ini kita diberi kesempatan untuk menyampaikan
ujud-ujud pribadi kita dalam hati, yang kemudian dirangkum oleh romo
dengan doa pembukaan yang resmi.
Ketiga, pada waktu persembahan.
Kolekte merupakan simbol persembahan diri kita sekaligus ujud dan
permohonan kita. Itulah yang akan disatukan dengan kurban Kristus di
altar. Kurban Kristus inilah yang berkenan pada Allah Bapa.

Keempat,
sebelum dan sesudah Komuni. Yesus yang bersabda dalam bacaan Injil,
Yesus itu juga yang kita sambut dalam Komuni Kudus. Maka dalam doa
pribadi ini kita bisa menanggapi Sabda Tuhan yang baru kita dengar itu,
misalnya dengan menyampaikan niat-niat untuk menanggapi sabda Tuhan/
khotbah, mohon kekuatan untuk melaksanakan niat itu, atau menyampaikan
ujud pribadi kita tadi. Saat-saat setelah komuni merupakan kesempatan
emas bagi kita untuk lebih intens berbicara dengan Tuhan Yesus yang
telah berkenan hadir di hati kita.

Upaya Menciptakan Kekhidmatan
Secara
konkret apa yang bisa kita lakukan untuk menciptakan suasana khidmat
dalam perayaan Ekaristi? Kiranya beberapa catatan praktis dan kritis
berikut ini perlu diperhatikan:

[1]. Tidak Datang Terlambat – Pulang Cepat
Dalam
perayaan Ekaristi, selalu saja masih ada yang suka datang terlambat dan
pulang cepat. Ekaristi, dimana kita bisa mengalami kehadiran Tuhan, pun
mereka perhitungkan secara praktis dan ekonomis. Mereka yang datang
lambat dan pulang cepat ini agaknya kurang menyadari nilai kebersamaan
dengan yang lain. Sekedar memikirkan “keselamatan individual”. Begitu
sudah dapat “jatah komuni”, segera pulang duluan. Padahal, perilaku
demikian bisa mengganggu konsentrasi umat di sekitar kita, setidaknya
yang duduk sebangku dengan kita. Tentu, bukan dimaksudkan di sini,
bahwa mereka yang datang terlambat tak boleh masuk. Tetapi, sedapat
mungkin kita upayakan agar kita bisa mengikuti perayaan Ekaristi secara
utuh dari awal sampai akhir.

[2.] Pakaian yang Pantas
Pakaian
disebut pantas, manakala cocok dengan “situasi-kondisinya”. Pakaian
tidur tak selayaknya dipakai untuk menerima tamu. Baju pesta tidak
cocok kita kenakan di kolam renang. Demikian juga dengan pakaian untuk
ke gereja, kita mesti ingat, kita mau bertemu dengan siapa. Dengan
Tuhan dan umat yang lain. Maka tak bisa kita berdalih, “Peduli amat
dengan pakaian, yang terpenting kan hati saya”. Sebab di gereja kita
berdoa bersama yang lain. Pakaian kita yang terlalu nyleneh, super
ketat, “you can see”; kerap malah menjadi batu sandungan bagi yang
lain. Artinya, mereka yang duduk di sekitar kita sebenarnya sungguh mau
berdoa, tetapi lantaran menyaksikan dandanan kita yang kurang pantas,
jadinya terganggu juga: entah mencela dalam hati ataupun berpikiran
lain. Memang semua tergantung pada orangnya. Tetapi, alangkah bijak
bila kita tidak membawa orang lain jatuh dalam pencobaan. Tulis St.
Paulus, “Karena itu, janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi
lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara
kita jatuh atau tersandung” (Rom 14:13).

[3.] Berisik dan Ngobrol dengan Siapa?
Omong-omong
dan berisik dengan umat sebangku, apalagi sampai ngobrol, sungguh
mengganggu yang lainTerlebih selama perayaan Ekaristi sebenarnya
merupakan kesempatan emas bagi kita untuk mendengarkan firman Tuhan dan
menanggapinya dengan doa-doa kita. Kalaupun mau ngobrol, kita masih
punya waktu dan kesempatan di luar gereja setelah Misa Kudus.

[4.] HP: Saya Siap Sedia untuk Siapa?
Di
pintu masuk gereja biasanya ada peringatan agar HP dinonaktifkan agar
membantu kekhidmatan suasana perayaan Ekaristi. Namun kenyataannya,
tidak jarang terjadi selama perayaan Ekaristi berlangsung terdengar
suara HP berdendang di gereja. Apa ini artinya? HP yang selalu on -
aktif, sebenarnya menandakan kita bersiap sedia menerima panggilan dan
pesan. Sayangnya, bukan panggilan dan pesan dari Tuhan, melainkan dari
kolega dan mereka yang berada di luar gereja. Agar bisa siap sedia
mendengarkan firman Tuhan, untuk sementara kesiapsediaan kita pada
dunia luar, mesti kita non aktifkan. Tanpa itu, niscaya pikiran kita
akan terus bercabang.

[5.] Soal Klasik: Anak-Anak
Berkaitan
dengan kekhidmatan suasana perayaan Ekaristi, kerap anak-anak kecil
juga dituding sebagai penyebabnya. Memang tidak semua anak bisa duduk
tenang bersama orang tuanya. Harus ada banyak trik untuk mensiasatinya,
mulai dari memberi pengertian dari rumah, membawakan mainan,
mengajaknya keluar gereja bila menangis dan rewel, ataupun
menitipkannya di Minggu Gembira selama perayaan Ekaristi berlangsung
dan dibawa masuk kembali untuk menerima berkat di dahi pada saat
komuni. Persoalan ini juga saya singgung dalam “Membangun Religiositas
Katolik dalam Keluarga” pada buku SKP-4: Mendidik Anak secara Katolik
(Pustaka Nusatama, 2006). Harus diakui, tidaklah mudah mengatasi
persoalan anak-anak. Butuh seni tersendiri. Namun, kita harus ingat
akan peringatan Tuhan Yesus, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku,
jangan menghalang-halangi mereka, sebab oirang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Mrk 10:14).
Maka kalaupun
pada saat ada anak yang rewel dan menangis dalam Gereja, hendaklah kita
memaklumi, toh orangtuanya akan segera berusaha menenangkannya. Kita
tidak melihatnya sebagai “gangguan” yang mengusik kekhususk-asyikan
kita, laiknya saat menonnton konser. Mungkin kita bisa mengingat
komentar Tuhan Yesus, saat para imam kepala dan ahli Taurat merasa
bising dan jengkel karena anak-anak dalam Bait Allah berseru “Hosana
bagi Anak Daud.” Tanya mereka, “Engkau dengar apa yang dikatakan
anak-anak ini?” Kata Yesus kepada mereka, “Au dengar; belum pernahkah
kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah
menyediakan puji-pujian” (Mat 21:14-16; bdk. Mazmur 8:3). Dan mungkin
kita juga bisa memaknai kehadiran (dan risikonya kerewelan) anak-anak
dalam Gereja sebagai hal yang patut disyukuri sebab mereka inilah masa
depan Gereja kekal dan syukur bahwa sejak dini mereka telah dibiasakan
oleh orangtuanya untuk bergaul dengan Kristus dan Gerejanya.
Sebaliknya, saya yakin Anda akan merasa “ngenes” bila menyaksikan
gereja-gereja di Eropa, hanya dihadiri oleh para lansia! Jarang sekali
orang muda dan keluarga muda (plus anak-anaknya) yang memenuhi gereja.
Tentu berlimpahnya umat yang hadir dalam Gereja kita, perlu tetap
diimbangi dengan upaya menjaga kekhusukan dan kekhidmatan perayaan
Ekaristi. Maka kuncinya dalam hal ini adalah katekese iman dalam
keluarga akan makna peryaaam Ekaristi itu sendiri bagi kita.
Demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita bisa merayakan Ekaristi bersama dengan khidmat. Semoga.

Sumber: Beriman Katolik dari Altar Sampai Pasar (Yogyakarta: Pustaka Nusatama, 2006) 86-93.

sumber http://imankatolik.or.id/forum/viewtopic.php?f=10&t=49

Banner Refferel


Wilayah Balaraja( Paroki Santa Odilia Citra Raya Cikupa Tangerang )

Your Ad Here